Gema takbir sudah mulai meresap sayup sampai ke
telinga. Semua pemuda dan pemudi kampung berarak memukul tabuh dan bershalawat
berkeliling sekelumit kampung mulai dari mesjid dan kembali ke mesjid. Semakin
lama suara lantunan takbir dan pukulan tabuh semakin dekat terdengar, aku yang
hanya diam di rumah ingin keluar dan mengikuti acara malam takbiran. Tapi
sayang, kakiku seperti tergips hingga tidak bisa digerakkan. Bunyi takbir
semakin jauh dan tidak terdengar lagi. Sunyi.
Aku ditemani teman setiaku, handphone masih sibuk
membalas pesan yang masuk mengucapkan “Selamat Hari Raya Idul Fitri 1432 H,
Mohon Maaf Lahir Dan Bathin”. Dengan berbagai macam gaya dan bahasa, memakai
pantun, puisi, bahkan cerita panjang yang intinya tetap mengucapkan selamat.
Sudah 45 pesan masuk, masih tentang tema Idul Fitri. Tidak ada telepon, hanya
SMS. Sepi.
Ibu sudah tertidur karena kecapaian memasak
seharian, Bapak dan abang ikut keliling kampung menggemakan takbir, Nenek juga
sudah merebahkan badan di atas kasur meskipun belum terlelap. Aku sendiri hanya
sibuk tidak menentu memegang handphoneku. Kurasa tidak ada yang spesial di
malam takbiran ini. Semakin lama semakin sepi. Sepi hati ini, sepi jiwa ini.
Kubayangkan lebaran kali ini tidak akan ada lagi
tamu spesial yang akan datang berkunjung seperti yang selalu aku idam-idamkan
setelah kejadian tiga tahun yang lalu. Kejadian yang pertama kali dan tidak
pernah kubayangkan. Kunjungan pertama teman spesialku ke rumah berakhir dengan
perpisahan. Lebaran 3 tahun lalu itu berubah menjadi suram setelah Kiwe pamitan
pulang. Semua keluargaku langsung menyuruhku memutuskan Kiwe karena penilaian
mereka yang buruk terhadap Kiwe. Semuanya salahku, bukan Kiwe. Tapi aku tidak
bisa berbuat apa-apa, aku hanya menuruti keinginan mereka. Aku dan Kiwe putus.
Kiwe sangat mempertanyakan kenapa aku tiba-tiba
saja menginginkan perpisahan, padahal tidak ada masalah sedikitpun yang terjadi
antara kita. Kami pun pernah mengakui kalau saling sayang. Aku hanya
mengucapkan sebuah kalimat yang mungkin akan selalu membuatnya bertanya-tanya. “
Jangan tanyakan lagi kenapa Fitry menginginkan perpisahan ini.” Kiwe tidak
pernah terima dengan keputusanku, namun aku terlalu kejam hingga tidak bisa
mengerti perasaan Kiwe. Sampai akhirnya Kiwe menyerah dan menerima kenyataan
untuk merelakan aku pergi.
Sejak kejadian itu aku tidak pernah lagi membawa
pacarku ke rumah, karena menimbulkan trauma tersendiri kalau-kalau akan disuruh
lagi memutuskan hubungan tanpa alasan. Tapi aku selalu bermimpi jika suatu saat
nanti ada yang berani datang ke rumah dan dia tidak menjadi korban selanjutnya
untuk diputuskan mendadak maka dialah arjuna yang kutunggu selama ini. Tapi aku
tidak tahu siapa orang itu.
Treeeet treeet treeet handpone ku bergetar panjang
memecahkan kesunyianku yang sedang melamunkan Kiwe . Sebuah nomor telepon
seluler tidak ada namanya. Aku mengernyitkan kening dan bernapas kesal. “Pasti
orang iseng lagi. Huft” Aku menjawab
telepon tersebut, tapi tiba-tiba saja langsung dimatikan. Sebelum aku kemudian
menaruh handphoneku lagi handphoneku kembali bergetar, masih nomor yang sama.
Aku mengangkat lagi. Tapi sama, telepon dimatikan lagi. Aku kesal. Aku
menghubungi nomor itu kembali.
“Halo, ini siapa?” tanyaku kepada orang yang sedari
tadi mengganggu saja. “Ipin” terdengar suara laki-laki yang rasanya pernah
kudengar menyebutkan namanya. Tanpa kusadari aku langsung mematikan telepon.
Aku merasa sedang bermimpi, aku mendengar suara orang yang selama ini aku
rindukan kedatangannya. Orang yang selama ini menghilang tanpa kata perpisahan.
Orang yang selalu kucari kabar dan berita tentangnya. Bagaikan mendapatkan
durian runtuh, aku bahagia tak terduga.
Aku menghubungi kembali nomor telepon tadi dan
memastikan kalau dia benar-benar orang yang aku tunggu selama ini. “Ini siapa?”
Aku bertanya lagi dan ingin memastikan kalau dia benar-benar Ipin. “Aku Ipin,
ini Fitry kan?” Dia balik bertanya kepadaku. “Iya, ini Fitry.” Suaraku terkesan
dingin padahal hatiku sedang berlonjak kesenangan karena ternyata benar dia
adalah Ipin yang aku tunggu selama ini. “Fitry nggak ingat aku lagi ya?” Ipin
menanyakan kalau-kalau aku sudah melupakannya. “Ipin mana ya?” Aku masih sok
jual mahal mengatakan kalau aku menunggunya. “Ne Ipin teman Randy dulu. Udah
dilupain ya?” Ipin sepertinya yakin saja kalau aku benar-benar tidak ingat dia
lagi. “Oh, Ipin ya? Apa kabar?” Pembicaraan kami pun berlanjut, meskipun begitu
aku masih sok jual mahal. Di akhir pembicaraan dia mengatakan besok dia akan
menemuiku ke rumah.
Seperti disuguhkan bulan purnama didepan mata, aku benar-benar
tidak percaya. Ipin benar-benar datang ke rumahku. Bertingkah laku sopan dan
santun serta benar-benar menghormati orang tuaku. Padahal awalnya aku berpikir
dia hanya bercanda seperti kebanyakan pacarku sebelumnya yang hanya gombal saja
mau menemui orang tuaku. Kenyataannya mereka tidak ada yang berani
melakukannya. Aku seperti telah melupakan kesalahan Ipin pada masalalu yang
meninggalkan aku tanpa pesan dan hilang tanpa jejak hingga membuatku menunggu
tanpa tahu sampai kapan akan berakhir penantian tak berujung itu.
Namun sekarang akhirnya penantian itu menemui
ujungnya, tidak sia-sia, aku bertemu dia kembali setelah perpisahan dua tahun
yang lalu. Dulu, aku sempat putus asa tidak akan bisa lagi bertemu dia kembali
karena jarak yang memisahkan kita. Dan keputus-asaanku semakin memuncak saat
kematian Randy yang aku pikir Ipin tidak akan pernah lagi ke tempatku. Karena Randy
yang menjadi temannya di tempatku sudah meninggal. Aku pasrah saja. “Jodoh
tidak akan kemana, kalau jodoh akan bertemu lagi”.
Entah karena jodoh atau hanya kebetulan saja
pertemuan itupun akhirnya terwujud dan menjadi jembatan lagi untuk
menghubungkan jalan cinta yang terputus karena badai cinta yang entah darimana
datangnya. CLBK, Cinta Lama Belum Kelar seperti yang dikatakankan banyak orang.
Aku ingin menyambung kembali benang cintaku yang putus. Tapi semua itu tidak
semudah yang kuinginkan karena masih ada trauma yang membuatku takut
berangan-angan lagi. Ancaman ketidaksetujuan orang tuaku.
Ipin semakin lama semakin mendekati aku dan
sepertinya dia juga ingin kembali lagi membangun cinta bersamaku. Tidak ingin
kejadian dulu terulang kembali aku menunggu sampai akhirnya aku menyimpulkan
kalau semuanya tidak melarangku dengan Ipin. Tanpa membohongi perasaanku lagi,
aku menerima Ipin dan menjalani hari-hari bersama cintaku yang selama ini
menghilang. Kebahagiaanku semakin tak terkira karena aku menemukan sosok Ipin
yang baru yang selalu mengerti dengan apapun keadaanku. Bahagia ^-^
No comments:
Post a Comment