Sunday, 8 January 2012

AKU BAHAGIA, SKOCY


Gema takbir sudah mulai meresap sayup sampai ke telinga. Semua pemuda dan pemudi kampung berarak memukul tabuh dan bershalawat berkeliling sekelumit kampung mulai dari mesjid dan kembali ke mesjid. Semakin lama suara lantunan takbir dan pukulan tabuh semakin dekat terdengar, aku yang hanya diam di rumah ingin keluar dan mengikuti acara malam takbiran. Tapi sayang, kakiku seperti tergips hingga tidak bisa digerakkan. Bunyi takbir semakin jauh dan tidak terdengar lagi. Sunyi.
Aku ditemani teman setiaku, handphone masih sibuk membalas pesan yang masuk mengucapkan “Selamat Hari Raya Idul Fitri 1432 H, Mohon Maaf Lahir Dan Bathin”. Dengan berbagai macam gaya dan bahasa, memakai pantun, puisi, bahkan cerita panjang yang intinya tetap mengucapkan selamat. Sudah 45 pesan masuk, masih tentang tema Idul Fitri. Tidak ada telepon, hanya SMS. Sepi.
Ibu sudah tertidur karena kecapaian memasak seharian, Bapak dan abang ikut keliling kampung menggemakan takbir, Nenek juga sudah merebahkan badan di atas kasur meskipun belum terlelap. Aku sendiri hanya sibuk tidak menentu memegang handphoneku. Kurasa tidak ada yang spesial di malam takbiran ini. Semakin lama semakin sepi. Sepi hati ini, sepi jiwa ini.
Kubayangkan lebaran kali ini tidak akan ada lagi tamu spesial yang akan datang berkunjung seperti yang selalu aku idam-idamkan setelah kejadian tiga tahun yang lalu. Kejadian yang pertama kali dan tidak pernah kubayangkan. Kunjungan pertama teman spesialku ke rumah berakhir dengan perpisahan. Lebaran 3 tahun lalu itu berubah menjadi suram setelah Kiwe pamitan pulang. Semua keluargaku langsung menyuruhku memutuskan Kiwe karena penilaian mereka yang buruk terhadap Kiwe. Semuanya salahku, bukan Kiwe. Tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa, aku hanya menuruti keinginan mereka. Aku dan Kiwe putus.
Kiwe sangat mempertanyakan kenapa aku tiba-tiba saja menginginkan perpisahan, padahal tidak ada masalah sedikitpun yang terjadi antara kita. Kami pun pernah mengakui kalau saling sayang. Aku hanya mengucapkan sebuah kalimat yang mungkin akan selalu membuatnya bertanya-tanya. “ Jangan tanyakan lagi kenapa Fitry menginginkan perpisahan ini.” Kiwe tidak pernah terima dengan keputusanku, namun aku terlalu kejam hingga tidak bisa mengerti perasaan Kiwe. Sampai akhirnya Kiwe menyerah dan menerima kenyataan untuk merelakan aku pergi.
Sejak kejadian itu aku tidak pernah lagi membawa pacarku ke rumah, karena menimbulkan trauma tersendiri kalau-kalau akan disuruh lagi memutuskan hubungan tanpa alasan. Tapi aku selalu bermimpi jika suatu saat nanti ada yang berani datang ke rumah dan dia tidak menjadi korban selanjutnya untuk diputuskan mendadak maka dialah arjuna yang kutunggu selama ini. Tapi aku tidak tahu siapa orang itu.
Treeeet treeet treeet handpone ku bergetar panjang memecahkan kesunyianku yang sedang melamunkan Kiwe . Sebuah nomor telepon seluler tidak ada namanya. Aku mengernyitkan kening dan bernapas kesal. “Pasti orang iseng lagi. Huft”  Aku menjawab telepon tersebut, tapi tiba-tiba saja langsung dimatikan. Sebelum aku kemudian menaruh handphoneku lagi handphoneku kembali bergetar, masih nomor yang sama. Aku mengangkat lagi. Tapi sama, telepon dimatikan lagi. Aku kesal. Aku menghubungi nomor itu kembali.
“Halo, ini siapa?” tanyaku kepada orang yang sedari tadi mengganggu saja. “Ipin” terdengar suara laki-laki yang rasanya pernah kudengar menyebutkan namanya. Tanpa kusadari aku langsung mematikan telepon. Aku merasa sedang bermimpi, aku mendengar suara orang yang selama ini aku rindukan kedatangannya. Orang yang selama ini menghilang tanpa kata perpisahan. Orang yang selalu kucari kabar dan berita tentangnya. Bagaikan mendapatkan durian runtuh, aku bahagia tak terduga.
Aku menghubungi kembali nomor telepon tadi dan memastikan kalau dia benar-benar orang yang aku tunggu selama ini. “Ini siapa?” Aku bertanya lagi dan ingin memastikan kalau dia benar-benar Ipin. “Aku Ipin, ini Fitry kan?” Dia balik bertanya kepadaku. “Iya, ini Fitry.” Suaraku terkesan dingin padahal hatiku sedang berlonjak kesenangan karena ternyata benar dia adalah Ipin yang aku tunggu selama ini. “Fitry nggak ingat aku lagi ya?” Ipin menanyakan kalau-kalau aku sudah melupakannya. “Ipin mana ya?” Aku masih sok jual mahal mengatakan kalau aku menunggunya. “Ne Ipin teman Randy dulu. Udah dilupain ya?” Ipin sepertinya yakin saja kalau aku benar-benar tidak ingat dia lagi. “Oh, Ipin ya? Apa kabar?” Pembicaraan kami pun berlanjut, meskipun begitu aku masih sok jual mahal. Di akhir pembicaraan dia mengatakan besok dia akan menemuiku ke rumah.
Seperti disuguhkan bulan purnama didepan mata, aku benar-benar tidak percaya. Ipin benar-benar datang ke rumahku. Bertingkah laku sopan dan santun serta benar-benar menghormati orang tuaku. Padahal awalnya aku berpikir dia hanya bercanda seperti kebanyakan pacarku sebelumnya yang hanya gombal saja mau menemui orang tuaku. Kenyataannya mereka tidak ada yang berani melakukannya. Aku seperti telah melupakan kesalahan Ipin pada masalalu yang meninggalkan aku tanpa pesan dan hilang tanpa jejak hingga membuatku menunggu tanpa tahu sampai kapan akan berakhir penantian tak berujung itu.
Namun sekarang akhirnya penantian itu menemui ujungnya, tidak sia-sia, aku bertemu dia kembali setelah perpisahan dua tahun yang lalu. Dulu, aku sempat putus asa tidak akan bisa lagi bertemu dia kembali karena jarak yang memisahkan kita. Dan keputus-asaanku semakin memuncak saat kematian Randy yang aku pikir Ipin tidak akan pernah lagi ke tempatku. Karena Randy yang menjadi temannya di tempatku sudah meninggal. Aku pasrah saja. “Jodoh tidak akan kemana, kalau jodoh akan bertemu lagi”.
Entah karena jodoh atau hanya kebetulan saja pertemuan itupun akhirnya terwujud dan menjadi jembatan lagi untuk menghubungkan jalan cinta yang terputus karena badai cinta yang entah darimana datangnya. CLBK, Cinta Lama Belum Kelar seperti yang dikatakankan banyak orang. Aku ingin menyambung kembali benang cintaku yang putus. Tapi semua itu tidak semudah yang kuinginkan karena masih ada trauma yang membuatku takut berangan-angan lagi. Ancaman ketidaksetujuan orang tuaku.
Ipin semakin lama semakin mendekati aku dan sepertinya dia juga ingin kembali lagi membangun cinta bersamaku. Tidak ingin kejadian dulu terulang kembali aku menunggu sampai akhirnya aku menyimpulkan kalau semuanya tidak melarangku dengan Ipin. Tanpa membohongi perasaanku lagi, aku menerima Ipin dan menjalani hari-hari bersama cintaku yang selama ini menghilang. Kebahagiaanku semakin tak terkira karena aku menemukan sosok Ipin yang baru yang selalu mengerti dengan apapun keadaanku. Bahagia ^-^

No comments:

Followers