Kejujuran, sebuah
kata yang begitu sulit ku ungkapkan ketika bersamanya. Mungkin karena itu
semuanya tidak pernah terbangun dengan kokoh, selalu hancur. Bayang-bayang
masalalu yang tidak pernah hilang di benakku. Hingga itu menjadikan pelekat
tersendiri untuk tidak bisa lepas. Mungkin hanya keajaiban yang akan membuatku
melupakan masalalu.
Janji
pun bukanlah sebagai kalimat yang sakral lagi. Itu hanya sebuah janji, yang
akan hilang seiring bergulirnya waktu, hingga janji tinggallah janji. Kedua
kata itu antara kejujuran dan janji yang selalu membuat kita tidak pernah
saling berbaikan. Selalu ada pertengkaran menghiasi hubungan yang masih terlalu dini untuk
dijalani.
Masalah
demi masalah selalu menghadang, menguji dan menghantam tali kasih yang kita rajut
dari benang kusut. Memang susah kalau dari awal sudah tidak saling pengertian,
sampai akhir pun tidak akan saling pengertian. Bahkan akan tambah memburuk, lebih buruk dari
apa yang dipikirkan sebelumnya.
Aku
sebagai wanita kebanyakan menginginkan mempunyai kekasih hati dan belahan jiwa
yang sempurna, mengerti aku, memanjakan aku dengan kasih sayangnya,dan selalu
membawa aku ke arah yang lebih baik dan bukan menjerumuskan aku. Aku terlalu
muda, bahkan terlalu dungu memikirkan hal cinta. Semuanya hanya karena
ikut-ikutan dan gengsi yang akhirnya membuat aku terpuruk, terpuruk dan
terpuruk.
Entah
bagaimana aku bisa menerima laki-laki yang dari awal tidak aku suka, mungkin
karena dia pintar bicara hingga aku tidak berkutik untuk menolaknya. Padahal
hati ini menjerit ingin menolaknya. Tapi entah bagaimana dengan mudahnya aku
masuk ke sarang ular tanpa menolak sedikitpun. Aku seperti orang yang sedang di
hipnotis yang lupa akan diri sendiri dan tidak sadar akan apa yang aku lakukan.
Seperti
hilang kendali aku bahkan melupakan ada orang yang kusayang ketelantarkan di
sampingku hanya karena dia yang membuatku terhipnotis. Aku membohongi Ibu yang
selama ini menjadi orang yang paling berharga dalam hidupku. Aku juga melupakan
Kakakku yang selalu memberikan aku semangat untuk terus maju. Dan melupakan
teman-temanku yang selalu mendukung apa pun yang aku lakukan. Kecuali dalam hal
ini.
Teman-temanku
selalu mengejekku kenapa aku bisa bersama dia? “Kamu cantik, pintar, masih
banyak yang mau sama kamu, gag Cuma dia.” Tapi aku seolah-olah tidak mendengar
kata-kata mereka, aku hanya mendengarkan dia yang selalu membuatku bertekuk
lutut tidak berdaya. Entah kasihan atau memang cinta, aku selalu tidak tega
melihatnya mengemis-ngemis cinta padaku. Aku selalu ingin menuruti apa maunya.
Meskipun dalam hati aku tidak pernah mau melakukannya.
Aku
bersamanya bukan berarti aku menuruti semua kemauannya. Aku bersikeras hingga
pertengkaran selalu terjadi jika dia menginginkan sesuatu yang aku tidak suka.
Namun, selalu dia yang menang dan aku yang kalah. Dia selalu membuatku melayang
dengan kata-kata manis yang ternyata adalah racun yang akan membunuhku,
membunuh hatiku, membunuh pikiranku. Bukan hanya kata namun juga janji-janji.
Entah janji apa itu? Seperinya sekarang janji hanyalah seperti kata-kata yang
kita ucapkan setiap hari. Dan tidak berarti lagi. Tidak bermakna.
Dia
selalu mengatakan padaku setiap hari, “Aku cinta kamu, selamanya aku akan
mencintaimu, aku tidak akan bisa hidup tanpa kamu, karena kamu adalah hidupku”.
Seperti sebuah mantra yang membuatku tidak sadar kalau semua itu adalah
kebohongan dan selalu terkekang karenanya. Berkali-kali Ibu, kakak dan
teman-temanku mengingatkan aku untuk jauh darinya, tapi aku tidak pernah
mendengarnya. Aku dibuat menjadi seorang yang tuna rungu yang tidak mendengar
apa yang dikatakan orang.
Setiap
kali aku ingin menuruti perkataan semuanya, dengan sigapnya dia bermain peran
sebagai pemeran protagonis yang selalu teraniaya dan menangis. Meneteskan air
mata buaya yang membuatku tidak berdaya menyakitinya. Padahal sebenarnya akulah
yang teraniaya bersamanya. Dia tidak pernah mengizinkan aku berteman dengan
teman-temanku, dia menganggap teman-teman lah yang akan menghancurkan hubungan
kita. Padahal dia sendiri yang menggali lubang dan mengubur diri sendiri dalam
lubang yang dia gali.
Semua
kesalahan yang diperbuatnya menjadi kesalahanku dengan teman-temanku. Dia
seolah-olah Nabi yang tidak pernah salah. Dia seperti Tuhan yang mengendalikan
aku semaunya. Dia yang berbuat namun aku yang dituduh melakukan semuanya. Dia
menceritakan kesalahannya dengan menyalahkan aku, memojokkan aku. Hingga aku
tidak mempunyai nyali untuk melawannya. Pernah aku melawan, dia dengan jurus
super hebatnya menangis di depanku. “Haruskah aku bersujud di kakimu, agar kamu
percaya aku tidak pernah melakukannya, merendahkan diriku? Ataukah kamu hanya
mempermainkan aku, padahal aku sayang banget sama kamu, semuanya telah aku
korbankan untukmu, tapi kamu malah selingkuh”.
Begitu
sempurnanya penyamaran seekor srigala untuk mendapatkan Si kerudung merah.
Hingga aku tidak tahu kalau dia sendiri berteriak mengatakan kalau dia
selingkuh. Namun, aku begitu mudahnya percaya dengan kata-katanya. Andai saja
waktu itu aku sudah belajar analisa ekonomi, mungkin aku sudah analisis dengan
sikapnya yang terlalu berlebihan dan cendrung gombal. Namun sayangnya aku hanya
seorang siswa IPA di SMA yang hanya fokus sama suatu hal yang pasti. Aku tidak
memikirkan kenapa dia bisa bicara begitu? Apa yang membuatnya seperti itu?
Aku
seperti orang bodoh saat bersamanya, dia selalu bilang sangat menghargaiku,
mencintaiku. Tapi semua omong kosong. Benar kata orang “Orang yang banyak
omong, tindakannya sedikit”. Begitu pula dia, dia hanya menjanji-janjikan hal
yang tidak pernah ditepatinya. Dia juga mengatakan hal yang sebenarnya terlalu
berlebihan.
Setelah
sekian lama mencoba untuk melepaskan belenggu dari hidupnya yang penuh
penderitaan batinku. Akhirnya aku bebas, aku seperti burung yang lepas dari sangkar yang bebas kemana
saja beterbangan tanpa harus dikekang lagi. Aku bisa kembali mengabdi pada ibu
dan kakakku, aku juga bebas ketawa dengan teman-temanku. Aku merasakan dunia
tidak sempit lagi. Aku bebas menggapai cita-citaku tanpa harus diatur lagi
sesuai keinginannya. Bagiku dunia ini terasa indah dengan adanya keluarga dan
teman-temanku di sampingku.
2 comments:
super diak,. .
makasiiih
Post a Comment